ISD BAB X: PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

Minggu, 25 Januari 2015

Nama      : Winda Setianingsih
NPM       : 2C314267
Kelas      : 1TB03
                                                   
BAB X

PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME



1.             PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
Sikap negatif terhadap sesuatu disebut dengan prasangka. Jika kita artikan dengan kata lain, prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Sikap prasangka lebih cenderung ke arah negatif karena pengaruh dari faktor lingkungan, sikap dan ego yang tinggi, serta mudah terprovokasi dengan orang lain tanpa ada bukti yang jelas, dan hanya bisa berprasangka dengan orang lain. Banyak sekali orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang sangat sulit untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok? Tampaknya kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka. Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya, akan tetapi seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka.
Akan menjadi lebih riskan lagi apabila peristiwa itu menjalar lebih luas, sehingga melibatkan orang-orang di suatu wilayah tertentu, yang diikuti dengan tidakan-tindakan kekerasan dan destruktif dengan berakibat mendatangkan kerugian yang tidak kecil. Contoh-contoh lain: Prasangka diskriminasi ras yang berkembang di kawasan Afrika Selatan dan sekitarnya membuat kawasan ini selalu bergolak. Konflik-konflik antarsuku, antar ras tak dapat dihindarkan. Lebih jauh antara kelompok minoritas kulit putih dengan kekuasaan dan kekuatan bersenjata yang lebih tangguh, saling baku hantam dengan kelompok mayoritas orang-orang kulit hitam. Tindak kekerasan di Afrika Selatan jelas-jelas merupakan manifestasi dari pertentangan sosial yang berlarur-larut.


1.1.       SEBAB-SEBAB TlMBULNYA PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

a.       Berlatar belakang sejarah.
Orang-orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar belakang pada sejarah masa lampau, bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan atau raja dan orang-orang Negro berstatus sebagai budak. Padahal, reputasi dan prestasi orang-orang Negro dewasa ini cukup dapat dibanggakan, terutama dalam bidang olahraga. akan tetapi prasangka terhadap orang-orang Negro sebagai biang keladi kerusuhan dan keonaran belum sirna sampai dengan generasi-generasi sekarang ini.

b.       Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio - kultural dan situasional.
Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pimpinan Perusahaan terhadap karyawannya. Pada sisi lain prasangka bisa berkembang lebih jauh, sebagai akibat adanya jurang pemisah antara kelompok orang-orang kaya dengan golongan orang-orang miskin. Harta kekayaan orang-orang kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari usaha-usaha yang tidak halal. Antara lain dari usaha korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat dan lain sebagainya.


1.2.        DAYA UPAYA UNTUK MENGURANGI DAN MENGHILANGKAN
PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

a.             Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan-kesenjangan social anatar si kaya dan si miskin. Melalui pelaksanaan program-program pembangunan yang mantap yang didukung oleh lembaga-Iembaga ekonomi pedesaan seperti BUUD dan KUD. Juga melalui program Kredit Candak Kulak(KCK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan dalam sektor pertanian dengan program Intensifikasi Khusus(Insus), Proyek Perkeb.unan Inti Rakyat(PIR), juga Proyek Tebu Rakyat diperkirakan golongan ekonomi lemah lambat laun akan dapat menikmati usaha-usaha pemerintah dalam perbaikan sector perekonomian.

b.             Perluasan kesempatan belajar.
Adanya usaha-usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warganegara Indonesia, paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa program pendidikan, terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas. Mengapa? Untuk mencapai jenjang pendidikan tertentu di perguruan tinggi memang mahaL disamping itu harus memiliki kemampuan otak dan modal. Mereka akan selalu tercecar dan tersisih dalam persaingan memperebutkan bangku sekolah. Masih beruntung bagi mereka yang memi liki kemampuan otak. Jika dapat mencapai prestasi tinggi dan dapat dipertahankan secara konsisten, beasiswa yang aneka ragam itu dapat diraih dan kantong pun tidak akan kering kerontang. Dengan memberi kesempatan luas untuk mencapai tingkat pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi bagi seluruh warga Negara Indonesia tanpa kecuali, prasangka dan perasaan tidak adil pada sector pendidikan cepat atau lambat akan hilang lenyap.

c.              Sikap terbuka dan sikap lapang.
Harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang datang dari luar ataupun yang datang dari dalam negeri, semuanya akan dapat merongrong keutuhan negara dan bangsa. Kebhinekaan masyarakat berikut sejumlah nilai yang melekat, merupakan basis empuk bagi timbulnya prasangka, diskriminasi, dan keresahan.

d.             Perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Prasangka diatas dapat dikatakan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal. Contoh dari
kejadian ini misalnya konflik Irlandia Utara – Irlandia Selandia, perang Vietnam, perang Iran dan Irak, perang Palestina dengan Israel. dan lain-lain.

2.             ETNOSENTRISME
Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut. Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah sesuatu yang prima, ~iil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal di atas dapat dikenal sebagai ETNOSENTRISME, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.


Sumber:

ISD BAB IX: AGAMA DAN MASYARAKAT

Nama      : Winda Setianingsih
NPM       : 2C314267
Kelas      : 1TB03
                                                   

BAB IX
AGAMA DAN MASYARAKAT


1.            Definisi Agama
Pendidikan agama sangat penting untuk mendukung sebuah keharmonisan dalam sebuah kehidupan. Agama dan masyarakat sangat berkaitan satu dengan yang lainnya karena jika agama seseorang itu kurang maka akan terjadi sebuah hal yang mungkin akan mengarah kepada hal yang melanggar hukum dan juga norma norma, tapi pada kenyataannya sekarang ini banyak sekali yang melakukan hal-hal yang sangat melanggar hukum dan norma yang di lakukan oleh orang dewasa dan juga anak-anak ini mencerminkan bahwa pendidikan agama dan norma pada diri seseorang itu sangatlah kurang. Jadi seharusnya pendidikan agama di sekolah-sekolah ini harus lebih di tingkatkan kembali untuk mewujudkan suatu masyarakat yang mencintai akan kedamaian dan menghormati setiap hak hak dalam diri seseorang.
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empires yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1.    Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2.    Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri
3.    Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural

2.            Ruang Lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
-          Hubungan manusia dengan tuhannya
-          Hubungan manusia dengan manusia
-          Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.

3.            Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat   dipecahakan   secara   empiris   karena   adanya   keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan   fungsinya   sehingga   masyarakat   merasa   sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
1.      Fungsi edukatif. Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
2.      Fungsi penyelamatan. Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk tertinggi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
3.      Fungsi pengawasan sosial (social control). Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
-       Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
-       Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik) dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
4.      Fungsi memupuk Persaudaraan.
-       Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
-       Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
-       Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
-       Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama.
5.      Fungsi transformatif. Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.

4.            Masyarakat-Masyarkat Industri Sekuler.
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasakan penalarandan efisiansi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat secular semakin meluas, seringkali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Watak masyarakat sekuler menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama peranannya sedikit.

5.            Pelembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak tergambar secara benar dan utuh, yaitu:
1.      Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral.
Masyarakat ini berjumlah kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Agama memasukan pengaruh yang sakral ke dalam system masyarakat mereka.

2.      Masyarakat-masyarakat Praindustri yang sedang Berkembang.
Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe sebelumnya. Agam memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi saat yang sama lingkunngan yang sacral dan yang secular itu sedikit banyak masih di bedakan.

3.      Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Maju.
Bersifat rasional dan berfikir ilmiah dalam pendekatan agama sehingga mengarah ke tingkah laku yang ekonomis dan teknologis. Sifat-siaft agama hampir tidak mungkin dipandang dengan sikap yang netral. Bila sifat rasional penuh dalam membahas agama yang ada pada manusia, maka berati bersifat nonagama.
SUMBER:


ISD BAB VIII: PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

Nama          : Winda Setianingsih
NPM           : 2C314267
Kelas          : 1TB03

BAB VIII
PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

A.          Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku dari individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi  kepentingannya. Kepentingan ini bersifat esensial bagi kelangsungan kehidupan individu itu sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka mereka akan merasa puas dan sebaliknya bila gagal akan menimbulkan masalah bagi diri sendiri maupun bagi lingkungannya.
Individu yang berpegang pada prinsipnya saat bertingkah laku, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut dalam masyarakat merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. Oleh karena itu, individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohaninya. Dengan itu, maka akan muncul perbedaan kepentingan pada setiap individu, seperti:
1.    Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2.    Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3.    Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4.    Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5.    Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
6.    Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan didalam kelomponya.
7.    Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8.    Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Dalam hal diatas menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya akan melahirkan suatu konflik.  Hal mendasar yang dapat menimbulkan suatu konflik adalah jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan. Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi ada beberapa fase, yaitu Fase Disorganisasi dan Fase Prasangka, Diskriminasi, dan Ethnosentrisme.
B.    Prasangka, Diskriminasi, dan Ethnosentrisme
1.             Pengertian Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “suudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Disisi lain bahasa arab “khusnudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat.

2.             Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka adalah bersikap negatif terhadap sesuatu. Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak pula yang sulit untuk berprasangka. Tampaknya kepribadian dan intelegensia, serta faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka. Antara prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan prasangka bersumber dari suatu sikap, diskriminasi menunjuk kepada tindakan.

3.             Sebab-sebab timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
     Latar belakang sejarah.
     Dilatar belakangi oleh perkembangan Sosio-Kultural dan Situasional.
     Bersumber dari faktor kepribadian.
     Perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan Agama

4.             Usaha mengurangi / menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
     Perbaikan kondisi Sosial Ekonomi.
     Perluasan kesempatan belajar.
     Sikap terbuka dan sikap lapang.

5.              Pengertian Ethnosentrisme
Ethnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi.Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.

C.          Pertentangan-Pertentangan Sosial/Ketegangan Dalam Masyarakat
Konflik atau pertentangan mengandung pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar. Dalam hal ini terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri dari situasi konflik, yaitu:
1.    Terdapat dua atau lebih bagian yang terlibat dalam konflik.
2.    Memiliki perbedaan yang tajam dalam, kebutuhan, tujuan, masalah, sikap, maupun gagasan-gagasan.
3.    Terdapat interaksi diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada lingkungan:
1.    Pada taraf di dalam diri sendiri
2.    Pada taraf kelompok
3.    Pada taraf masyarakat
Adapan cara pemecahan konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Elimination
2.    Subjugation atau Domination
3.    Majority Rule
4.    Minority Consent
5.    Compromise
6.    Integration

D.          Golongan-Golongan Yang Berbeda Dan Integrasi Sosial
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan sosial yang dipersatukan oleh kesatuan nasional yang berwujudkan Negara Indonesia. Masyarakat majemuk dipersatukan oleh sistem nasional yang mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial. Aspek-aspek dari kemasyarakatan tersebut, yaitu Suku Bangsa dan Kebudayaan, Agama, Bahasa, Nasional Indonesia.
Masalah besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka adalah integrasi diantara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi berdampingan (Bhineka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi:
     Tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya.
     Isu asli tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa,arab).
     Agama, sentimen agama dapat digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan.
     Prasangka yang merupakan sikap permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu
Integrasi Sosial adalah merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan sosial,ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi sosial antara lain:
-          Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka.
-           Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman.
-          Nilai dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten.
Integrasi Internasional merupakan masalah yang dialami semua negara di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya. Menghadapi masalah integritas sebenarnya tidak memiliki kunci yang pasti karena latar belakang masalah yang dihadapi berbeda, sehingga integrasi diselesaikan sesuai dengan kondisi negara yang bersangkutan, dapat dengan jalan kekerasan atau strategi politik yang lebih lunak. Beberapa masalah integrasi internasional, antara lain:
1.    perbedaan ideology
2.    kondisi masyarakat yang majemuk
3.    masalah teritorial daerah yang berjarak cukup jauh
4.    pertumbuhan partai politik
Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkecil atau menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu, antara lain:
1.    Mempertebal keyakinan seluruh warga Negara Indonesia terhadap Ideologi Nasional.
2.    Membuka isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan membangun saran komunikasi, informasi, dan transformasi.
3.    Menggali kebudayaan daerah untuk menjadi kebudayaan nasional.
4.    Membentuk jaringan asimilasi bagi kelompok etnis baik pribumi atau keturunan asing.

E.          Integrasi Nasional
Integrasi Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayah (Mahfud MD, 1993: 71).
-          Integrasi tidak sama dengan pembauran atau asimilasi.
-          Integrasi diartikan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial.
-          Pembauran dapat berarti asimilasi dan amalganasi.
-          Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka, yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).
-          Melalui difusi (penyebaran), di mana-mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu.

SUMBER:

Enjoy my world, guys
Diberdayakan oleh Blogger.