ILMU BUDAYA DASAR: SUKU LUBU

Kamis, 30 April 2015

Nama   : Winda Setianingsih
NPM    : 2C314267
Kelas    : 1TB03


SUKU LUBU


A.           Pengertian
Suku Lubu adalah suku yang mendiami atau menempati kawasan perbatasan Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Suku Lubu terutama mendiami daerah pegunungan dari berbagai wilayah tanah Batak selatan. Populasi suku Lubu saat ini diperkirakan lebih dari 45.000 orang. Suku Lubu merupakan “etnis kuno” yang telah menempati wilayah mereka hari ini, jauh berabad-abad sebelum kehadiran rumpun etnis Batak dan lainnya. Didalam pengklasifikasian ras, suku Lubu termasuk ke dalam ras Weddoid, yaitu memiliki ciri-ciri kulit agak gelap, rambut keriting dan badan yang kekar. Dengan ciri-ciri tersebut jelas berbeda dengan etnis batak yang tergolong ras Mongoloid. 
Akan tetapi,  setelah ribuan tahun terjadi pembauran dengan suku Batak dan juga dengan suku Melayu, saat ini ciri-ciri fisik suku Lubu hampir tidak dapat dibedakan dengan suku-suku batak dan suku melayu yang hidup di sekitar pemukiman mereka. Meskipun mereka tetap mengakui bahwa mereka merupakan suku Lubu, tetapi budaya dan adat-istiadat mereka sudah terpengaruh secara signifikan oleh suku Mandailing dan suku Padang Lawas.

B.            Kebudayaan Suku Lubu
Menurut pengamatan, budaya dan adat-istiadat suku Lubu nampak berada di antara budaya dan adat-istiadat suku Batak Mandailing, suku Batak Padang Lawas, serta suku Melayu, yang hidup di sekitar wilayah pemukiman mereka. Dalam kesehariannya, suku Lubu berkomunikasi menggunakan bahasa Lubu yang tergolong ke dalam rumpun Protobahasa Austronesia. Bahasa Lubu banyak menyerap perbendaharaan kata bahasa Mandailing dan bahasa Padang Lawas. Oleh karena itu bahasa Lubu terkadang dianggap sebagai salah satu dialek dari bahasa Batak Mandailing.  Hingga saat ini, bahasa Lubu tetap berstatus sebagai bahasa modern, karena masih digunakan sebagai alat komunikasi di antara sesama orang Lubu.
Kesenian suku Lubu, seperti alat musik dan lagu-lagu, banyak mengadopsi dari budaya dan tradisi suku Batak. Orang Lubu sering menulis lagu tentang budaya mereka, kemudian dinyanyikan di sekitar api di malam hari. Hal lain yang menarik, adalah suku Lubu tidak memiliki tarian.
Sampai awal abad 19, suku Lubu masih berkeliaran di pegunungan dalam keadaan liar, yang hidup terutama di rumah-rumah pohon. Mereka menembak dengan senjata pemukul dan panah beracun. Pakaian mereka sederhana, mereka makan semua jenis daging dan mereka dimasak dalam bambu berongga. Kehidupan orang Lubu telah mengalami kemajuan besar. Suku Lubu masih hidup dengan gaya hidup dasar mereka. Seperti orang Kubu di Jambi dan Sumatra Selatan, mereka agak takut air dan jarang mencuci, meskipun kebanyakan pemukiman mereka berdekatan dengan sungai. Pada zaman dahulu, masyarakat Batak di sekeliling mereka sering mencurigai mereka banyak ambil bagian dalam jenis sihir.
Saat ini seiring dengan kemajuan zaman, orang Lubu tidak lagi hidup di atas pohon. Mereka sekarang tinggal di gubuk yang dibangun di atas tanah. Sekelompok rumah membentuk sebuah bandja (desa), dan sejumlah desa membentuk sebuah kuria (distrik). Kepala dari bandja disebut na bodjo bodjo.  Sebagian besar masyarakat Lubu bertahan dengan bercocok tanam. Suku Lubu masih mengenal sistem tebang-bakar hutan untuk membuka ladang bagi pertanian mereka. Selain bercocok tanam, sebagian dari mereka juga bekerja pada perkebunan karet sebagai buruh. Di samping itu, mereka juga masih memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dengan jalan berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Beberapa jenis hewan ternak, seperti sapi, ayam, dan bebek juga mereka pelihara untuk menopang kebutuhan keluarga.

C.           Adat Istiadat Suku Lubu
Semua anggota laki-laki yang lebih tua dari masyarakat (kepala keluarga) memiliki suara dalam pemerintahan desa. Ketika sang kepala meninggal, ia digantikan oleh putranya. Di setiap desa Lubu ada rumah-rumah komunal khusus (tawatak) untuk anak laki-laki dan lain-lain untuk anak perempuan. Setelah usia 12 tahun, kedua jenis kelamin diharapkan untuk tidur di rumah-rumah komunal. Pernikahan biasanya terjadi ketika anak-anak berbalik lima belas. Sebuah mahar kecil diperlukan, tetapi orang Lubu kebanyakan tidak memiliki kemampuan untuk membayar. Akibatnya, sebagian besar dari mereka harus bekerja selama 2 tahun untuk masa depan orang tua mertua mereka selama masa pertunangan. 



SUMBER:




ILMU BUDAYA DASAR: TUJUAN IBD

Kamis, 02 April 2015

Nama       : Winda Setianingsih
NPM        : 2C314267
Kelas        : 1TB03


TUJUAN ILMU BUDAYA DASAR


A.       Masalah Budaya dan Masalah Kemanusiaan

Mata kuliah Ilmu Budaya Dasar atau yang lebih dikenal dengan sebutan IBD merupakan suatu usaha yang didalam penyajiannya dimaksudkan agar dapat memberikan pengetahuan-pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.  Mata kuliah Ilmu Budaya Dasar sebagai usaha untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik dirinya sendiri maupun yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya, bukan dimaksudkan mendidik ahli-ahli dalam salah satu bidang keahlian pengetahuan budaya. Agar benar-benar mengembangkan budayanya dan mencapai kebudayaannya, tanpa masyarakat hidup masyarakat tidak dapat menunjukkan sifat-sifat kemanusiaan. Artinya, terdapat suatu pendapat tentang kebudayaan manusia dengan menganalisis masalah-masalah sosial kebudayaan manusia yang memberi gambaran kepada kita bahwasanya manusialah yang mampu berkebudayaan.

B.       Tujuan IBD

Dengan melihat uraian diatas, tujuan mata kuliah ilmu budaya dasar adalah untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan pemikiran yang berkenaan dengan kebudayaan agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai lingkungan budaya mahasiswa dapat menjadi lebih halus. Ilmu Budaya Dasar memiliki harapan agar dapat menjangkau tujuan tersebut,  yaitu:
1. Mengusahakan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka.
2.   Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka tentang masalah kemanusiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
3.  Mengusahakan agar mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa dan Negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotakan disiplin yang ketat.
4.   Menguasahakan wahana komunikasi para akademisi agar mereka lebih mampu berdialog satu sama lain. Dengan memiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan akan lebih lancar dalam berkomunikasi.

SUMBER:

Enjoy my world, guys
Diberdayakan oleh Blogger.