PERENCANAAN
FISIK BANGUNAN
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas
softskill ini dengan baik. Tugas yang berjudul “Perencanaan Fisik
Bangunan” ini
membahas mengenai skema proses perencanaan fisik hingga sistem wilayah
pembangunan.
Dalam makalah
ini saya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulisan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Namun, demikian saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Untuk kesempurnaan
penulisan di masa yang akan datang, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangatlah diharapkan. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Jakarta,
Januari 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1
Pendahuluan
BAB 2
A. Skema
Proses Perencanaan Fisik
B. Distribusi
Tata Ruang Lingkup Nasional
C. Sistem
Wilayah Pembangunan
D. Studi
Kasus
E. Kesimpulan
F. Sumber
Referensi
BAB 1
Pendahuluan
Perencanaan fisik adalah suatu usaha
pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
dengan berbagai kegiatan fisik. Proses perencanaan fisik pembangunan harus
melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh
rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat
Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik
bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.
BAB
2
A.
Skema Proses Perencanaan Fisik
Proses perencanaan fisik pembangunan
memang sudah terencana dengan syarat tertentu. Dalam salah satu
artikel, Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan
berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb)
yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan”. gagasan perencanaan fisik pemangunan ini
dikhususnya kebutuhan esensial kaum miskin yang harus diberikan prioritas
utama. sedangkan gagasan lainnya merupakan keterbatasan, yang bersumber pada
kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebututuhan masa kini dan hari depan yang akan datang. Jadi, tujuan
pembangunan ekonomi dan sosial harus dilakukan dalam keberlanjutan pernecanaan
fisik pembangunan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
B.
Distribusi Tata Ruang Lingkup Nasional
1)
Nasional
Dalam lingkup nasional yang dimaksudkan hanya tertuju
pada suatu daerah atau kota yang berada dalam satu negara. pembangunan yang
termasuk dalam distribusi nasional juga sangat mempengaruhi tata ruang lingkup
nasional dan berhubungan langsung dengan distribusi lokal yang ada di kota
tersebut. Perencanaan tata ruang lingkup nasional dapat dicontohkan sepert
pembangunan jaringan utilitas yang berada didaerah tertentu dan memang
berlakunya hanya untuk kota,daerah,kabupaten, yang termasuk masih dalam satu
negara.
2)
Regional
Dalam salah salah satu artikel,Disebutkan banwa
instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan
regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas
daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR,
Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di
setiap provInsi. Yang berwenang dalam pembangunan tingkat regional
mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam menata distribusi tata ruang.
3)
Lokal
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local
seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh:
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan
Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan yang
diketahui masih sulit kerjasamanya dengan dinas-dinas tertentu. Karena itu
proses distribusi tata ruang tingkat lokal masih berjalan lamban. Contoh yang
dimaksudkan distribusi tata ruang lokal yaitu adalah peremajaan kota.
4)
Sektor Swasta
Yang dimaksudkan sektor sasta dalam distribusi tata
ruang ini diLingkup oleh kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula
memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan,
jaringan utilitas, pusat perbelanjaan dll. Pihak swasta juga sangat
mempengaruhi distribusi tata ruang dalam sektor swasta,pihak swasta kecil
ataupun besar. Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan juga
sangat mempengaruhi pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Misalkan
seseorang ingin membuat gedung,dia harus membuat fisik perencanaannya terlebih
dahulu lalu setelah jadi bangunannya,selanjutnya dia tinggal mematuhi
peraturan-peraturan yang berhubuhan dengan membangun,contohnya IMB,dan
sebagainya.
C.
Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang
permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas.
Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang
terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian
sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan
penggunaan wilayah dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan
bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu
batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan
Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan
daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan
atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional
saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih
diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini
akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah
kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan.
Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN
2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan
pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan
aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam
perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan
harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang
akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan
pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di
Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini
sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan
kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah.
Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat
umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang
tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang
bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan
jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan
dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang
tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
a. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
b. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
c. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
d. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
e. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
f.
Pedoman penyusunan
kembali RTRW perkotaan.
Mengingat rencana
tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan
pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan
satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional
harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang
yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil
Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar
dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan
lestari.
D.
Studi Kasus
Pada awal tahun 2013 ini, Pememrintah
Kabupaten (Pemkab) Bungo telah melakukan evaluasi kepada seluruh Kepala Satuan
Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Bungo. Dalam pertemuan
tersebut, wakil Bupati Bungo, H. Mashuri sangat kecewa dengan hasil pembangunan
fisik di Pemkab Bungo. Menurutnya, pembangunan fisik yang ada di Pemkab Bungo
dikerjakan kurang perencanaan. Sehingga proyek yang dikerjakan asal-asalan.
Bahkan, menurutnya, ada beberapa kepala dinas yang tidak mengetahui sama sekali
hinga proses pembangunan gedung selesai. “Kita sudah turun dibeberapa tempat,” kata
Mashuri, saat melakukan rapat evaluasi program kerja tahun 2012 lalu. “Saya
melihat, kegiatan fisik, khususnya pembangunan gedung di beberapa SKPD banyak
yang amburadul. Bahkan, ada Kadis yang tidak melihat sampai penyerahan
gedung itu dari kontraktor,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu memang wabub melakukan
sidak terhadap proyek pembangunan fisik di beberapa tempat. Disanalah terlihat
pembangunan fisik di Pemkab Bung tidak sesuai dengan perencanaan. “Disini
terlihat perencanaannya sangat kurang,” kata dia. Dirinya juga menyebut, ada
gedung yang baru rehab atau di bangun, yang di toiletnya tidak ada keran air.
Hal ini, katanya menunjukkan jika pembangunan tersebut hanya sekedarnya. Wabup
menegaskan, jika proyek harus diselesaikan secara tuntas. “Jangan satu-satu,
pekerjaan itu harus tuntas. Misalnya, kalau memang anggarannya tidak cukup
untuk membuat tipe gedung 46, ya terlebih dahulu buat tipe 36. Jangan buat yang
lebih besar tapi tidak tuntas,” katanya.
Menurutnya, yang terpenting pembuatan
gedung itu tuntas secara keseluruhan. Sehingga tidak amburadul. “Ini ada yang
jendelanya tidak bisa di kunci, pintunya pun demikian. Cat temboknya juga
asal-asalan,” imbuhnya. Wabup menegaskan, pada tahun 2013 ini, dirinya tidak
ingin melihat kondisi seperti pada tahun 2012 terulang lagi. Kepala SKPD
menurutnya, harus mengecek secara langsung ke lapangan. “Jangan kepala dinas
justru banyak ke luar daerah. Harus imbanglah, antara agenda di luar dengan
kerja di dalam. Sehingga pekerjaan yang ada di dalam tidak morat-marit,” katanya.
E.
Kesimpulan
Perencanaan pembangunan di Indonesia
memiliki peta sendiri, seperti yang sudah dibahas dalam posting-posting
sebelumnya, yaitu peta peruntukkan atau yang biasa disebut RTRW. Dokumen
rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan
misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan
visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur
pemanfaatan ruang. Seharusnya planing untuk masa mendatang sesuai dengan
yang tertera disana. Indonesia ini belum konsisten dalam menerapkan
perencanaan pembangunan, karena masih banyak pembangunan yang terjadi di
Indonesia tidak sesuai dengan RTRW. Akibatnya kita juga yang merasakan
akibatnya.
F.
Sumber Referensi
0 komentar:
Posting Komentar