Nama :
Winda Setianingsih
NPM :
2C314267
Kelas :
1TB03
Jurusan :
Teknik Arsitektur
BAB III
KEBUDAYAAN DAN
KEPRIBADIAN
1.
Pertumbuhan dan
Perkembangan Kebudayaan Indonesia
Pertumbuhan
dan perkembangan kebudayaan Indonesia terdiri atas tiga zaman, yaitu:
a) Zaman
Batu Tua (Palaeolithikum)
Alat-alat
batu pada zaman batu tua, baik bentuk ataupun permukaan peralatan masih kasar,
misalnya kapak genggam Kapak genggam semacam itu kita kenal dari wilayah Eropa,
Afrika, Asia Tengah, sampai Punsjab(India), tapi kapak genggam semacam ini
tidak kita temukan di daerah Asia Tenggara.
Ciri-ciri zaman batu
tua, yaitu :
1.
Masyarakatnya belum
memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang bentuknya tidak
beraturan & bertekstur kasar)
2.
Belum dapat bercocok
tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan untuk menggemburkan
tanah).
3.
Memperoleh makanan
dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah-buahan &
umbi-umbian).
4.
Hidup nomaden (jika
sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka masyarakatnya
harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
5.
Hidup dekat sumber air
(mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air ada banyak hewan
& tumbuhan yang bisa dimakan).
6.
Hidup berkelompok
(untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
7.
Sudah mengenal api
(bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum di China, dimana
ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
8.
Belum mengenal seni
Berdasarkan
penelitian para ahli prehistori, bangsa-bangsa Proto-Austronesia pembawa
kebudayaan Neolithikum berupa kapak batu besar ataupun kecil bersegi-segi
berasal dari Cina Selatan, menyebar ke arah selatan, ke hilir sungai-sungai
besar sampai ke semenanjung Malaka Lalu menyebar ke Sumatera, Jawa. Kalimantan
Barat, Nusa Tenggara, sampai ke Flores, dan Sulawesi, dan berlanjut ke Filipina.
b) Zaman Batu Tengah
(Mesolithikum)
Terdapat dua
kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
·
Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur
& moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger =
sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan
timbunan kulit siput & kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra
Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput &
kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak
Sumatra/Pebble & batu pipisan.
·
Kebudayaan Abris
Sous Roche
Abris sous roche, yang
berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa gua-gua yang
diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas seperti
ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa;
yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan kebudayaan
yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada zaman
Mesolithikum antara lain:
a.
Sudah mengenal rasa
estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang bentuknya sudah
lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak gengggam
pada Zaman Paleolithikum)
b.
Masih belum dapat
bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih belum bisa
digunakan untuk menggemburkan tanah)
c.
Gundukan Kjokkenmoddinger yang
dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu
terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu
mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus
berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d.
Peralatan yang
ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa
manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
c) Zaman
Batu Muda (Neolithikum)
Manusia
pada zaman batu muda telah mengenal dan memiliki kepandaian untuk
mencairkan/melebur logam dari biji besi dan menuangkan ke dalam cetakan dan
mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu membuat senjata untuk
mempertahankan diri dan untuk berburu serta membuat alat-alat lain yang mereka
perlukan.
Ciri-ciri zaman batu
muda :
1.
Mulai menetap dan
membuat rumah;
2.
Membentuk kelompok
masyarakat desa;
3.
Bertani;
4.
Berternak dan memenuhi
kebutuhan hidup;
5.
Menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme
6.
Pakaiannya terbuat dari
kulit kayu.
Bangsa-bangsa
Proto-Austronesia yang masuk dari Semenanjung Indo-China ke Indonesia itu
membawa kebudayaan Dongson, dan menyebar di Indonesia. Materi dari kebudayaan
Dongson berupa senjata-senjata tajam dan kapak berbentuk sepatu yang terbuat
dari bahan perunggu.
2.
Kebudayaan
Hindu, Budha dan Islam
a.Kebudayaan Hindu
Masuknya agama Hindu ke
Indonesia diperkirakan terjadi pada awal tahun Masehi. Hal ini diketahui dengan
adanya bukti tertulis atau peninggalan purbakala pada abad ke-4 Masehi dengan
ditemukannya 7 buah "yupa" peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan.
Dari 7 buah yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada
saat itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan
melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan lain yang menyebutkan
bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja Dewa
Siwa, dan tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara". Masuknya ajaran
Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang sangat besar, yaitu
berakhirnya jaman prasejarah di Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam
kehidupan agama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Weda, dan
juga munculnya kerajaan-kerajaan yang mengatur kehidupan agama pada suatu
wilayah.
Selain di kerajaan
Kutai (pulau Kalimantan), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad
ke-5 dengan ditemukannya 7 buah prasasti, yaitu prasasti Ciaruteun, Kebonkopi,
Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti-prasasti
tersebut tertulis dalam bahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Dari
prasasti-prasasti tersebut didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa
"Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah
raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki
Dewa Wisnu". Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya
perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat
pada masa Raja Purnawarman di kerajaan Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut,
maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri
Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya, agama
Hindu juga berkembang di Jawa Tengah dengan terbukti adanya Prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti tersebut berbahasa Sansekerta yang memakai
huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti Tukmas
ini menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan
Bunga Teratai Mekar, yang diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain disebutkan juga dalam Prasasti Canggal, yang berbahasa
Sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja
Sanjaya pada tahun 654 Saka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala yang berbunyi:
"Sruti indriya rasa". Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa
Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa sebagai Tri Murti. Adanya Candi Arjuna dan
Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan
Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun
856 Masehi, juga merupakan bukti adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa
Tengah.
Sedangkan di Jawa
Timur, perkembangan agama Hindu dibuktikan dengan adanya Prasasti Dinaya
(Dinoyo) dekat Malang yang berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno.
Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea
Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Weda, para
Brahmana, para pendeta dan rakyatnya. Dea Simha adalah salah satu raja dari
kerajaan Kanjuruan. Dan Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di
daerah Malang yang merupakan peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Pada tahun 929 hingga 947 Masehi, muncullah Mpu Sendok yang berasal dari
dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang
sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu
Sendok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya muncullah Airlangga yang memerintah
Kerajaan Sumedang tahun 1019 hingga 1042 Masehi, yang merupakan penganut agama
Hindu yang setia. Setelah dinasti Isana Wamsa di Jawa Timur muncul kerajaan
Kediri pada tahun 1042 hingga 1222 Masehi, sebagai kerajaan yang mengemban
agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak menghasilkan karya-karya sastra
Hindu, seperti kitab-kitab Smaradahana, Bharatayudha, Lubdhaka, Wrtasancaya dan
Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari yang jaya pada tahun 1222 hingga
1292 Masehi. Pada jaman kerajaan ini berdiri Candi Kidal, Candi Jago dan Candi
Singosari sebagai bukti peninggalan agama hindu. Pada akhir abad ke-13
berakhirlah masa Singosari dan muncul Kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan
terbesar yang meliputi seluruh Nusantara. Masa keemasan Majapahit merupakan masa
gemilang kehidupan dan perkembangan keagamaan Hindu saat itu. Hal ini terbukti
dengan adanya Candi Penataran sebagai bangunan suci Hindu terbesar di Jawa
Timur disamping juga dengan kemunculan buku Negarakertagama.
b.
Kebudayaan Budha
Masuknya
Agama Buddha pertama kali di Indonesia, belum jelas dan gelap, walaupun nama
pulau Jawa sebagai “Labadiu” telah dikenal oleh Ptolemi, seorang ahli ilmu bumi
di Iskandariah pada tahun 130 M. pada abad pertama masehi sudah dikenal
“Javadwipa” yang meliputi Jawa dan Sumatera sekarang. “Suvarnadwipa” adalah
nama untuk pulau Sumatra. Dapat disimpulkan bahwa sebelum abad kedua Masehi,
sudah terdapat hubungan antara India dan kepulauan Nusantara.
Kedatangan Fa-Hien pada tahun 414 M ke pulau Jawa
dalam perjalanannya pulang ke China, setelah ia berkunjung ke India selama 6
tahun telah membuka tabir kegelapan mengenai kehidupan beragama di pulau Jawa.
Ia tinggal 5 bulan di pulau Jawa dan dalam catatannya mengatakan bahwa banyak
terdapat penganut agama brahmana yang jauh berlainan dengan kehidupan di India,
akan tetapi agama Buddha sedikit dan tidak tertarik untuk dicatat.
Atas usaha Bhikkhu Gunawarman pada tahun
423 M, agama Buddha berkembang di Jawa. Gunawarman adalah putera Raja dari
Khasmir (India), ia melepaskan kehidupan perumah tangga dan menjadi Bhikkhu dan
belajar ke Sri Lanka dan ke She-Po (Jawa), dan berhasil mengembangkan agama
Buddha di tanah Jawa.
Kerajaan-kerajaan Budha di Indonesia :
1.
Mataram
Piagam tertua kira-kira tahun 732, ditemukan di desa
Canggal, Keresidenan Kedu. diterangkan dalam piagam itu bahwa di dekat desa
Salam, sebelah Selatan Muntilan, didirikan sebuah tempat suci yang berisi
lingga. Tempat suci yang berisi lingga (salah sebuah lambang Siwa) di dekat
Salam itu dapat dianggap sebagai tanda mendirikan suatu kerajaan yang disebut
Mataram, karena Raja ini (Sanjaya) di dalam piagam-piagam kemudian disebut
“Rake Mataram”. Mataram mula-mula nama daerah kecil yang diperintah oleh Raja
Sanjaya yang kemudian dijadikan nama kerajaan yang didirikan Sanjaya.
Pengganti Sanjaya adalah Pancapana, Rake Penangkaran
adalah gelar yang lebih terkenal. Pancapana adalah penganut Buddha Mahayana,
sedangkan Sanjaya adalah penganut Brahmana. Pada tahun 778 Pancapana mendirikan
candi Kalasan untuk memuji Dewi Tara. lain-lain dari candi itu adalah candi
Borobudur, Mendut, Sewu, Plaosan, Sari.
Dinasti raja-raja Mataram disebut Sailendra.
Bukti bahwa mereka adalah dari keturunan Syailendra terdapat dalam piagam yang
berhubungan dengan candi Kalasan. harus diperhatikan bahwa kira-kira pada waktu
itulah agama Buddha Mahayana sudah datang ke Indonesia dan seterusnya
berkembang berdampingan dengan agama Siwa yang telah datang lebih dulu.
Pengganti – pengganti Pancapana adalah banyak memuji dan memuja Buddha dan
Siwa.
2.
Sriwijaya
Di
Sumatera terdapat sebuah kerajaan yang bernama Sriwijaya yang terletak dan
berpusat di Palembang-Jambi pada abad ke 5 M. Kemudian meluaskan jajahannya
sampai ke Bangka dan semanjung Malaya. Sebelum kerajaan Sriwijaya berkembang,
terlebih dahulu adanya kerajaan Melayu yang terletak di Jambi sekarang. Akan
tetapi kerajaan Sriwijaya lebih berkuasa, dan kerajaan Melayu pada saat itu
tunduk pada kekuasaan Sriwijaya.
Pada
abad ke 7, ketika kekuasaan Sriwijaya sedang dipuncaknya, Palembang tidak hanya
menjadi pusat politik, melainkan menjadi pusat agama Buddha. Catatan yang
dibuat I-Tsing ia berangkat dari Canton pada tahun 671, pergi ke Palembang dulu
dan tinggal selama 6 bulan untuk belajar tata bahasa, setelah itu ia pergi ke
Melayu dan tinggal selama 2 bulan. Setelah ia menuntut ilmu pelajaran di
Perguruan Tinggi di Nalanda selama 10 tahun, ia kembali ke Sriwijaya, terjadi
pada tahun 685. Setelah ia tinggal selama 4 tahun di Sriwijaya, ia kembali ke
Kanton dan menjemput empat orang pembantu untuk membantu dalam menerjemahkan
kitab-kitab agama Buddha di Palembang.
3.
Majapahit
Prof. Dr. Slamet
Mulyana dalam “Nagarakertagama dan Tafsir Sejarahnya” menyebutkan, bahwa pada
zaman Majapahit agama menjiwai segenap lapangan kehidupan, termasuk kebudayaan.
Semua cabang kebudayaan seperti seni bangunan, seni pahat, seni sastra dan seni
panggung bernafaskan keagamaan. Gajah Mada mengutamakan negara dan kemakmuran
rakyat daripada keagungan keagamaan.
4.
Islam
·
Islam di bawa oleh
para Pedagang Gujarat (India)
Pendukungnya yaitu : Snouck Hourgonye ; W.F.
Stutterheim ; Bernard H.M. Ulekke
Bukti :
1.
Di temukan makam
nisan Sultan Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297.
2.
Muncul istilah jirat =
paes = nisan = patok, yang berasal dari Gujarat.
3.
Berdasarkan berita
Marcopolo di sebutkan pada saat singgah di Samudra Pasai, ia menemukan
masyarakat sekitar sudah menganut agama Islam.
·
Islam di bawa oleh
para Pedagang Persia (Iran)
Pendukungnya yaitu : Umar Amir
Husein ; Husein Djayadiningrat
Bukti :
1.
Adanya Upacara
Tabut di Minangkabau
2.
Penemuan makam Fatimah
binti Maulana, di Leran, Gresik Jawa Timur.
3.
“Leran” jika di
Indonesia nama sebuah kampung/desa, namun di Persia/Iran adalah nama suku
bangsa.
·
Islam di bawa oleh
para Pedagang Arab/Mesir
Dikemukakan oleh Hamka
Bukti:
1.
Terdapatnya
kesamaan gelar H. Malik yang digunakan di Samudra Pasai.
2.
Terdapatnya
kesamaan mahzab yaitu mahzab Syafii di gunakan di Samudra Pasai.
Saluran Islamisasi
1.
Perdagangan
2.
Perkawinan
3.
Pendidikan
4.
Da’wah
5.
Kesenian
6.
Tasawuf, adalah Ajaran ketuhanan yang di campur
dengan ilmu-ilmu magic dan hal-hal yang berbau mistis yang berfungsi untuk
pengobatan, biasanya di sesuaikan dengan pola pikir yang berorientasi pada
Hindu-Budha sehingga di sesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan
masyarakat sekitar.
Faktor Islam Cepat Berkembang
1.
Syarat masuk Islam
sangat mudah yaitu hanya membaca 2 kalimat Syahadat.
2.
Islam menyebar ke
Indonsia di sesuaikan tradisi pada saat itu.
3.
Islam tidak mengenal
kasta/strata sosial.
4.
Penyebaran Islam
dilakukan secara damai.
5.
Tata upacara
peribadatan Islam sangat sederhana.
6.
Upacara dalam Islam
pun sangat sederhana.
Perkembangan Budaya Islam Di Indonesia
Akulturasi
Contoh wujud Akulturasi Budaya Islam + Indonesia
-
Bidang Bangunan
Contahnya Masjid
Cirinya: atap tumpang, pondasi agak tinggi,adanya
parit/kolam, adanya serambi, bedug, kaligrafi, menara, gerbang
-
Makam
Cirinya: cungkum (rumah makam), di tempat tinggi,
nisan, hiasan kaligrafi.
-
Seni Sastra
-
Hikayat
Cerita/dongeng karya sastra melayu berbentuk prosa
yang memuat peristiwa luar biasa yang tidak masuk akal sering bertitik tolak
dari peristiwa sejarah.
Contoh: Amir Hamzah, Hikayat si Miskin.
-
Babad
Cerita Sejarah yang lebih bersifat dongeng merupakaan
rekaan pujangga keraton yang dianggap sebagai peristiwa sejarah.
Contoh: Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon.
-
Suluk
Kitab yang mencerminkan masalah tasawuf yaitu jalan
kearah kesempurnaan batin.
Contoh: Suluk Sukarsa, Suluk Wujil, dan Malang Sumbing.
-
Primbon
Ramalan-ramalan jawa.
3.
Kebudayaan Barat
Unsur
kebudayaan barat juga memberi warna terhadap corak lain dari kebudayaan dan
kepribadian bangsa Indonesia adalah kebudayaan Barat. Masuknya budaya Barat ke
Negara Republik Indonesia ketika kaum kolonialis atau penjajah masuk ke
Indonesia, terutama bangsa Belanda. Penguasaan dan kekuasaan perusahaan dagang
Belanda dan berlanjut dengan pemerintahan kolonialis Belanda, di kota-kota
propinsi, kabupaten muncul bangunan-bangunan dengan bergaya arsitektur Barat.
Dalam waktu yang sama, dikota-kota pusat pemarintahan, terutama di Jawa,
Sulawesi Utara, dan Maluku berkembang dua lapisan sosial ; Lapisan sosial yang
terdiri dari kaum buruh, dan kaum pegawai.
Sehubungan
dengan itu penjelasan UUD’45 memberikan rumusan tentang kebudayaan memberikan
rumusan tentang kebudayaaan bangsa Indonesia adalah: kebudayaan yang timbul
sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya, termasuk kebudayaan lama
dan asli yang ada sebagai puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Dalam penjelasan UUD 1945 ditujukan ke arah mana kebudayaan itu diarahkan,
yaitu menuju kearah kemajuan budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan
baru kebudayaan asing yang dapat mengembangkan kebudayaan bangsa sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar