Senin, 30 Januari 2017

HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN: PERENCANAAN FISIK BANGUNAN

PERENCANAAN FISIK BANGUNAN



KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas softskill ini dengan baik. Tugas yang berjudul “Perencanaan Fisik Bangunan ini membahas mengenai skema proses perencanaan fisik hingga sistem wilayah pembangunan.
Dalam makalah ini saya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun, demikian saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Untuk kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangatlah diharapkan. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, Januari 2017 

 Penyusun



DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1
            Pendahuluan
BAB 2
A.    Skema Proses Perencanaan Fisik
B.     Distribusi Tata Ruang Lingkup Nasional
C.     Sistem Wilayah Pembangunan
D.    Studi Kasus
E.     Kesimpulan
F.      Sumber Referensi

BAB 1
Pendahuluan

Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik. Proses perencanaan fisik pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.


BAB 2
A.   Skema Proses Perencanaan Fisik




Proses perencanaan fisik pembangunan memang sudah terencana dengan syarat tertentu. Dalam salah satu artikel, Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. gagasan perencanaan fisik pemangunan ini dikhususnya kebutuhan esensial kaum miskin yang harus diberikan prioritas utama. sedangkan gagasan lainnya merupakan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan masa kini dan hari depan yang akan datang. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dilakukan dalam keberlanjutan pernecanaan fisik pembangunan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

B.    Distribusi Tata Ruang Lingkup Nasional
1)                  Nasional
Dalam lingkup nasional yang dimaksudkan hanya tertuju pada suatu daerah atau kota yang berada dalam satu negara. pembangunan yang termasuk dalam distribusi nasional juga sangat mempengaruhi tata ruang lingkup nasional dan berhubungan langsung dengan distribusi lokal yang ada di kota tersebut. Perencanaan tata ruang lingkup nasional dapat dicontohkan sepert pembangunan jaringan utilitas  yang berada didaerah tertentu dan memang berlakunya hanya untuk kota,daerah,kabupaten, yang termasuk masih dalam satu negara.

2)                  Regional
Dalam salah salah satu artikel,Disebutkan banwa instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap  provInsi. Yang berwenang dalam pembangunan tingkat regional mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam menata distribusi tata ruang.

3)                  Lokal
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan yang diketahui masih sulit kerjasamanya dengan dinas-dinas tertentu. Karena itu proses distribusi tata ruang tingkat lokal masih berjalan lamban. Contoh yang dimaksudkan distribusi tata ruang lokal yaitu adalah peremajaan kota.

4)                  Sektor Swasta
Yang dimaksudkan sektor sasta dalam distribusi tata ruang ini diLingkup oleh kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utilitas, pusat perbelanjaan dll. Pihak swasta juga sangat mempengaruhi distribusi tata ruang dalam sektor swasta,pihak swasta kecil ataupun besar. Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan juga sangat mempengaruhi pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Misalkan seseorang ingin membuat gedung,dia harus membuat fisik perencanaannya terlebih dahulu lalu setelah jadi bangunannya,selanjutnya dia tinggal mematuhi peraturan-peraturan yang berhubuhan dengan membangun,contohnya IMB,dan sebagainya.

C.   Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
a.       Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
b.      Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
c.       Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
d.      Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
e.       Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
f.        Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.

Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.

D.   Studi Kasus
Pada awal tahun 2013 ini, Pememrintah Kabupaten (Pemkab) Bungo telah melakukan evaluasi kepada seluruh Kepala Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Bungo. Dalam pertemuan tersebut, wakil Bupati Bungo, H. Mashuri sangat kecewa dengan hasil pembangunan fisik di Pemkab Bungo. Menurutnya, pembangunan fisik yang ada di Pemkab Bungo dikerjakan kurang perencanaan. Sehingga proyek yang dikerjakan asal-asalan. Bahkan, menurutnya, ada beberapa kepala dinas yang tidak mengetahui sama sekali hinga proses pembangunan gedung selesai. “Kita sudah turun dibeberapa tempat,” kata Mashuri, saat melakukan rapat evaluasi program kerja tahun 2012 lalu. “Saya melihat, kegiatan fisik, khususnya pembangunan gedung di beberapa SKPD banyak yang amburadul. Bahkan, ada Kadis yang tidak melihat  sampai penyerahan gedung itu dari kontraktor,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu memang wabub melakukan sidak terhadap proyek pembangunan fisik di beberapa tempat. Disanalah terlihat pembangunan fisik di Pemkab Bung tidak sesuai dengan perencanaan. “Disini terlihat perencanaannya sangat kurang,” kata dia. Dirinya juga menyebut, ada gedung yang baru rehab atau di bangun, yang di toiletnya tidak ada keran air. Hal ini, katanya menunjukkan jika pembangunan tersebut hanya sekedarnya. Wabup menegaskan, jika proyek harus diselesaikan secara tuntas. “Jangan satu-satu, pekerjaan itu harus tuntas. Misalnya, kalau memang anggarannya tidak cukup untuk membuat tipe gedung 46, ya terlebih dahulu buat tipe 36. Jangan buat yang lebih besar tapi tidak tuntas,” katanya.
Menurutnya, yang terpenting pembuatan gedung itu tuntas secara keseluruhan. Sehingga tidak amburadul. “Ini ada yang jendelanya tidak bisa di kunci, pintunya pun demikian. Cat temboknya juga asal-asalan,” imbuhnya. Wabup menegaskan, pada tahun 2013 ini, dirinya tidak ingin melihat kondisi seperti pada tahun 2012 terulang lagi. Kepala SKPD menurutnya, harus mengecek secara langsung ke lapangan. “Jangan kepala dinas justru banyak ke luar daerah. Harus imbanglah, antara agenda di luar dengan kerja di dalam. Sehingga pekerjaan yang ada di dalam tidak morat-marit,” katanya.

E.    Kesimpulan
Perencanaan pembangunan di Indonesia memiliki peta sendiri, seperti yang sudah dibahas dalam posting-posting sebelumnya, yaitu peta peruntukkan atau yang biasa disebut RTRW. Dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Seharusnya planing untuk masa mendatang sesuai dengan yang tertera disana.  Indonesia ini belum konsisten dalam menerapkan perencanaan pembangunan, karena masih banyak pembangunan yang terjadi di Indonesia tidak sesuai dengan RTRW. Akibatnya kita juga yang merasakan akibatnya.

F.    Sumber Referensi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar